TEKSTIL CINA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk asal China mengancam jaringan perdagangan tekstil nasional yang telah dibangun sejak puluhan tahun lalu. Intervensi produk China menyebabkan industri tekstil dan produsen garmen nasional mati satu per satu setelah kehilangan pasar di dalam negeri.

Demikian kesimpulan Kompas setelah menelusuri perdagangan tekstil di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Khusus di Gedung Blok A Pasar Tanah Abang, sebagian besar barang yang dijual secara grosir berasal dari China. Keberadaan produk tekstil asal China telah menggusur produk tekstil dan garmen nasional yang sebenarnya sudah memiliki jaringan kuat hingga ke pelosok Tanah Air. Peran tekstil dan garmen nasional memudar karena pasar di dalam negeri direbut oleh produk China.

Fenomena inilah yang menjadi perhatian penulis untuk menulis makalah ini karena keprihatinan oleh gencarnya produk Cina yang mengancam industri dan perdagangan tekstil lokal. Bagaimanakah keberlangsungan tekstil dalam negeri jika masalah ini tidak segera diatasi dan diperhatikan, bukan hanya oleh pemerintah dan orang – orang yang bergerak dalam bidang tekstil. Tapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia yang merupakan konsumen tekstil dan mempunyai peran yang besar dalam penentuan kehidupan tekstil Indonesia kedepannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut :

  1. Bagaimana prosedur atau cara masuknya tekstil Cina sampai ke Indonesia?
  2. Bagaimana perdagangan tekstil Cina di pasaran Indonesia?
  3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh tekstil Cina bagi tekstil dalam negeri?
  4. Apa cara yang harus dilakukan untuk menghadapi gempuran tekstil Cina?

C. Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

  1. Mengetahui prosedur atau cara masuknya tekstil Cina sampai ke Indonesia?
  2. Mengetahui perdagangan tekstil Cina di pasaran Indonesia.
  3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh tekstil Cina bagi tekstil dalam negeri.
  4. Mengetahui cara yang harus dilakukan untuk menghadapi gempuran tekstil Cina.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Masuknya Tekstil Cina Ke Indonesia

Masuknya produk tekstil dari Cina yang sekarang ini marak mengisi pasar–pasar baik modern maupun tradisional sempat meresahkan banyak pedagang, pekerja dan pengusaha tekstil Indonesia. Ada beberapa cara barang tekstil Cina berharga murah tersebut bisa sampai di Indonesia salah satunya adalah pelaksanaan ACFTA 2010.

Pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) 2010 mulai berlaku sejak 1 januari 2010. ACTA menggunakan prinsip perdagangan bebas, Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Pemerintah telah membangun kesepakatan internasional dengan cina terkait dengan area perdangan bebas antara Cina dan Negara-negara ASEAN, atau yang kita sering sebut dengan China-Asean Free Trade Aggrement (CAFTA). Kesepakatan tersebut dilakasanakan oleh Pemerintah di Bandar Seri Begawan, Brunei, pada tanggal 6 November Tahun 2001 silam. Logika kesepakatan perdagangan bebas yang dibangun dengan Cina tersebut, tidak lebih dari upaya Negara-negara maju dalam memperluas pangsa pasar produknya, yang mana disisi lain justru mematikan indsutri domestic Negara berkembang. Pemerintah ketika itu melontarkan 3 (tiga) alasan utama mengapa kesepakatan CAFTA ini diambil, yakni : Pertama, penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan nontarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kedua, penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Dan Ketiga, peningkatan kerja sama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, technology transfer,dan managerial capability.

Jauh sebelum perjanjian itu terlaksana, pada kenyatannya tekstil Cina sudah mulai membanjiri pasar dalam negeri. Masuknya barang–barang tersebut ke Indonesia baik melalui impor legal dan impor ilegal.

Penyelundupan tekstil tampaknya makin seperti lampu merah. Menurut asosiasi pertekstilan indonesia (API), menjelang lebaran 2009 kemarin saja sudah 200 kontainer berisi produk tekstil diselundupkan, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp. 100 miliar. Bahkan, setealh itu ditemukan bahwa di pelabuhan cina dan singapura, sebanyak 197 kontainer tekstil ilegal siap diberangkatkan ke indonesia.

Data berdasarkan hasil penyelidikan API yang dilansir belum lama itu tentu sangat memprihatinkan. Dengan gampangnya, gelombang demi gelombang tekstil selundupan menerjang pelabuhan Indonesia, untuk kemudian bertebaran di pasar domestik. Perkembangan ini jelas bisa menghancurkan produksi tekstil dalam negeri.

Sudah begitu, modus penyelundupannya pun kian bervariasi. Contohnya, kasus penyelundupan tiga kontainer berisi tekstil yang baru-baru ini dibongkar pihak Bea dan Cukai Merak, Banten. Produk tekstil sebanyak 22 koli dan 97 rol dari Korea itu ternyata dicampur dengan barang yang dikatakan diimpor secara pribadi. Ada lagi beberapa kasus penyelundupan tekstil yang masuk melalui Pelabuhan Belawan, Batam, dan Tanjung Balai Karimun. Semua tekstil selundupan berasal dari Singapura, Korea, dan terutama Cina, tutur Toto Dirgantoro staf Ahli Kepelabuhan dan Kepabeanan di API.

B. Perdagangan Tekstil Cina Di Indonesia

Sebagai tahap awal para importir China akan mengincar pasar tekstil di Jakarta (Tanah Abang) dan Surabaya (Pasar Turi). Sedangkan yang menyedihkan lagi, sampai saat ini para produsen tekstil Indonesia masih belum melakukan apa-apa, termasuk melakukan penjajakan agresif di pasar China. Importir Cina akan membuat basis di dua kota yaitu Surabaya yang memasok tekstil untuk wilayah timur Indonesia dan Jakarta yang memasok tekstil untuk wilayah barat Indonesia,

Selain itu, para produsen (importir) tekstil China akan melakukan dukungan dana atau pembiayaan bagi para pedagang yang akan menjual produk-produk tekstil asal China di kawasan Tanah Abang. Jadi akan sulit dihindari produk China membanjiri pasar Tanah Abang sebagai salah satu sentra pasar tekstil terbesar itu.

Bahkan, produk tekatil buatan China saat ini sudah masuk ke bursa penjualan tekstil Pasar Klewer dan Pusat Grosir Solo (PGS) yang merupakan pusat perdagangan tekstil terbesar di Jawa Tengah. Sekarang ini kedua pusat perdagangan tekstil itu sudah diserbu tekstil produk China.

Jadi, saat ini pasar domestik benar – benar dipenuhi oleh barang tekstil dari Cina yang berharga lebih murah. Persaingan yang ketat akan terus terjadi dalam perdagangan tekstil di seluruh Indonesia karena sentra–sentra perdagangan tekstil mulai diincar dan diduduki oleh importir Cina.

C. Dampak Tekstil Cina Bagi Tekstil Dalam Negeri

Harga yang lebih murah memang terasa menggiurkan bagi konsumen tekstil di Indonesia. Apalagi dengan bahan atau model–model yang bagus juga mendorong cepatnya penjualan tekstil cina di indonesia. Apalagi didukung dengan diberlakukannya ACFTA yang tidak memungut biaya impor sama sekali semakin meramaikan produk Cina dipasaran lokal. Tapi apakah industri nasional mampu bertahan dengan serbuan produk-produk Cina yang lebih murah dari produk lokal?

"Bombardir" produk China yang bebas masuk ke Indonesia lebih banyak mendatangkan kerugian daripada keuntungan. Khususnya bagi para pelaku industri lokal.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, mengatakan bahwa pasar bebas ini tak sepenuhnya mendatangkan keuntungan. Untuk beberapa sektor industri, kerja sama ini justru mengancam. Ia menekankan, angka ekspor yang lebih rendah dibandingkan impor selama 5 tahun terakhir turut menjadi faktor yang meresahkan. "Rendahnya nilai ekspor dibandingkan impor cukup mengkhawatirkan ketika kita masuk ke area pasar bebas," ujar Nini, pada diskusi mingguan Trijaya "ASEAN-China Free Trade Area" di Jakarta, Sabtu (9/1/2010).

Industri manufaktur, menurut Nina, merupakan sektor industri yang paling terancam. Mengapa? Industri seperti tekstil, garmen, dan alas kaki dikenal sebagai sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Dengan gempuran produk China yang cenderung lebih murah, hal itu dikhawatirkan justru mematikan produk lokal. Biaya produksi di Indonesia tergolong tinggi sehingga harga pasar pun lebih tinggi dibandingkan harga produk China. Sehingga kalangan industri lokal yang menengah ke bawah merasa resah dengan fenomena ini.

Keresahan itu sangat beralasan. Pasalnya, harga jual produk tekstil China memiliki selisih lebih murah sekitar 15 persen ke atas dibandingkan harga produk lokal. Oleh sebab itu, jika kondisi itu berlangsung terus menerus, ke depan dipastikan industri tesktil lokal akan gulung tikar.

Setali tiga uang dengan kondisi tersebut, industri tekstil besar yang menjual produknya ke pasar ekspor juga akan mengalami persaingan yang semakin lebih ketat dari negara lain. Baik, persaingan harga, kualitas, biaya produksi maupun lainnya.

Produk asal China mengancam jaringan perdagangan tekstil nasional yang telah dibangun sejak puluhan tahun lalu. Intervensi produk China menyebabkan industri tekstil dan produsen garmen nasional mati satu per satu setelah kehilangan pasar di dalam negeri.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Hasan Basri menyayangkan jika jaringan tekstil nasional rusak akibat produk impor China. Mata rantai produk garmen nasional dibangun dengan sistem konsinyasi mulai dari hulu dan terikat berdasarkan asas kepercayaan sejak puluhan tahun.

”Jaringan tekstil nasional sangat istimewa karena pedagang bisa melakukan bisnis tanpa modal, cukup dengan kepercayaan. Semua perdagangan tekstil di hilir dibiayai oleh industri tekstil dengan memberikan konsinyasi selama empat bulan,” ujar Hasan.

Ia menambahkan, dahulu pengusaha tekstil memberikan bahan kepada produsen garmen dengan waktu pembayaran empat bulan. Kemudian, pengusaha garmen menyerahkan barang ke Pasar Tanah Abang dengan jangka waktu pembayaran dua bulan. Barang mengalir ke pasar di daerah dengan pembayaran dalam jangka waktu satu bulan.

Jadi, jaringan industri tekstil di Indonesia sangat kuat tanpa memerlukan dana segar. Akan tetapi, begitu tekstil China masuk, mulai berlaku hukum rimba sehingga hanya pedagang bermodal kuat yang bisa bertahan.

Jaringan bisnis impor dari China dilakukan dengan pola pembayaran tunai. Saat ini pedagang yang tetap bertahan di jalur garmen lokal lebih karena ketiadaan modal. Nilai bisnisnya pun dari tahun ke tahun terus menurun.

Imbasnya bukan hanya mengenai pedagang yang ada dipasar – pasar besar yang menjadi sentra tekstil di Indonesia tapi juga mempengaruhi seluruh pedagang dalam negeri terutama dari pihak pengusaha tekstil serta ribuan tenaga kerjanya juga terancam kehilangan pekerjaan.

Jadi, secara tidak sadar keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam perjanjian ACFTA sangat merugikan masyarakat Indonesia sendiri dan tidak berprinsip pada ekonomi kerakyatan yang dijadikan patokan pemerintah Indonesia dalam kebijakan ekonominya.

D. Cara Menghadapi Serbuan Tekstil Cina

Masuknya tekstil Cina secara ilegal, sudah menjadi perhatian pihak bea Cukai sejak lama. Dalam program kerjanya, mereka telah menerjunkan tim – tim yang mengawasi pelabuhan di seluruh Indonesia terutama pelabuhan yang berpontensi besar memasukkan barang – barang ilegal. Namun tetap saja para importir ilegal tersebut lebih cerdik dibanding para petugas Bea Cukai. Pemalsuan tanda tangan petugas yang jabatannya lebih tinggi menjadi salah satu cara mereka mengelabui petugas di pelabuhan. Selain itu penggunaan nama fiktif perusahaan importir juga salah satu cara mereka untuk berkelit dari kasus hukum jika terjadi penangkapan di pelabuhan atau razia di kelautan Indonesia. Penegakan oknum–oknum dan peningkatan pengamanan di pelabuhan merupakan salah satu cara mengurangi masuknya barang tanpa izin.

Selain itu, dengan diberlakukannya ACFTA yang menjadikan 0% biaya impor produk Cina juga harus dikaji ulang oleh pemerintah Indonesia untuk mengadakan perjanjian ACFTA atau perjanjian lain yang serupa dengan ini. Karena tujuan–tujuan pemerintah dengan penandatangan perjanjian ini seperti yang ditulis diawal menyimpang dari kenyataan yang terjadi di lapangan.

Tujuan Pertama yaitu penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan nontarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia ternyata tidak sesuai yang diharapkan, yang terjadi malahan produk Cina yang membanjiri perdagangan tekstil di Indonesia karena bagi Cina, Indonesia merupakan pasar yang bagus karena penduduk yang banyak dan konsumtif untuk memasarkan produksi mereka yang melimpah.

Kedua, penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Investasi yang diharapkan ditanam di Indonesia dan bisa menyerap tenaga kerja justru tidak terlaksana. Karena barang – barang yang diimpor ke dalam negeri merupakan barang jadi yang tinggal dipasarkan. Jadi manfaat investasi yang diharapkan pemerintah Indonesia ternyata malah merugikan sektor industri dan perdagangan lokal dengan modal terbatas.

Dan Ketiga, peningkatan kerja sama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, technology transfer,dan managerial capability. Untuk tujuan ketiga ini mari kita menunggu apa yang akan terjadi dengan pembangunan, teknologi dan manajemen untuk kemajuan industri dan perdagangan dalam negeri.

Selain dari faktor pemerintahan, dari pihak pengusaha dan pedagang lokal seharusnya lebih mawas diri. Kalau dari tenaga kerja kita memang murah, tapi dari bahan baku tekstil cenderung lebih mahal dari Cina. Oleh sebab itu, dari pihak produsen bahan baku sampai pedagang produk jadi yang hanya sebagai pengecer juga harus dibenahi strukturnya. Penciptaaan inovasi dalam model, motif dan bahan tekstil juga sangat diperlukan. Agar tercipta ketahanan nasional dalam bidang pertahanan tesktil yang mumpuni sehingga tekstil lokal tidak mudah goyah.

Selain itu, dari pihak konsumen yaitu masyarakat Indonesia harus pintar dalam memilih produk yang akan dipakai. Pemikiran lebih panjang dalam memilih produk lokal walaupun dengan harga yang sedikit lebih mahal tetapi menjadi penolong bagi ekonomi indonesia juga perlu diperhatikan. Sehingga program cinta produk dalam negeri tidak hanya menjadi slogan dala iklan dan kampanye di televesi tetapi penerapannya juga harus digalakkan. Dengan cara itu, dengan sendirinya produk lokal akan kembali menguasai pasar dan bisa mengikuti persaingan perdagangan bebas yang terlanjur disetujui.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masuknya produk tekstil dari Cina yang sekarang ini marak mengisi pasar–pasar baik modern maupun tradisional sempat meresahkan banyak pedagang, pekerja dan pengusaha tekstil Indonesia. Ada beberapa cara barang tekstil Cina berharga murah tersebut bisa sampai di Indonesia salah satunya adalah pelaksanaan ACFTA 2010.

Sebagai tahap awal para importir China akan mengincar pasar tekstil di Jakarta (Tanah Abang) dan Surabaya (Pasar Turi). Sedangkan yang menyedihkan lagi, sampai saat ini para produsen tekstil Indonesia masih belum melakukan apa-apa, termasuk melakukan penjajakan agresif di pasar China. Importir Cina akan membuat basis di dua kota yaitu Surabaya yang memasok tekstil untuk wilayah timur Indonesia dan Jakarta yang memasok tekstil untuk wilayah barat Indonesia. Tak ketinggalan Pasar Klewer yang merupakan sentra tekstil di Jawa Tengah juga diserbu produk tekstil Cina. banyak masalah dan kekhawatiran yang timbul akibat perdagangan bebas ini.

B. Saran

Karena pemerintah telah memberanikan diri mengikuti perdagangan bebas ini maka yang harus dilakukan adalah melakukan pertahanan dari dalam negeri yaitu para pelaku perekonomian itu sendiri terutama oleh industri dan pedagang tekstil. Dan yang tak kalah pentingnya, konsumen juga harus memilih produk lokal untuk tetap mempertahankan ekonomi dalam negeri.



DAFTAR PUSTAKA

http://review-a001.blogspot.com/2010/01/asean-china-free-trade-agreement-acfta.html diakses tanggal 26 Januari 2010

http://www.majalahtrust.com/verboden/debat/441.php diakses tanggal 26 Januari 2010

http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=CVNWCwZSDgEG diakses tanggal 27 Januari 2010

http://reposaja.blogspot.com/2010/01/tekstil-china-mulai-banjiri-pasar.html diakses tanggal 27 Januari 2010

http://www.mail-archive.com/tionghoa-net@yahoogroups.com/msg08937.html diakses tanggal 27 Januari 2010

http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/12/03/201441/china-incar-tanah-abang-dan-turi/ diakses tanggal 29 Januari 2010

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/09/10134596/Produk.China.Bombardir.Indonesia..Apa.Kabar.Produk.Lokal diakses tanggal 29 Januari 2010

1 comment: